Hukum bertukar Cincin

 

Bismillah … Alhamdulillah, shalawat & salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga & sahabatnya.

Fenomena tukar cincin sudah biasa kita saksikan di saat-saat pernikahan, saat tunangan atau lamaran. Namun sebagian besar yang melakukan ceremonial tersebut tak mengetahui bagaiamana Islam menghukumi hal ini. Barangkali pula mereka tak mengetahui apa hukum mengenakan emas bagi pria. Bahkan ada ulama yang menyatakan bahwa tukar cincin bisa mengandung keyakinan syirik. Agar menghilangkan penasaran Anda, simak dlm tulisan berikut ini.
Dengarkan Sabda Nabimu shallallahu ‘alaihi wa sallam
Hai ikhwah … ketahuilah bahwa emas berupa gelang, cincin & galung haram bagi seorang pria. Lantas siapa yang melarang?
Tentu saja kita mengatakan haram bukan hanya asal-asalan. Namun tentu ada dalilnya. Dan kita diperintahkan utk taat pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam jika lisan beliau melarang sesuatu. Dalilnya adalah hadits berikut ini,


عَنْ أَبِي مُوسَى أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهَا

“Dari Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Emas & sutra dihalalkan bagi para wanita dari ummatku, namun diharamkan bagi para pria’.” (HR. An Nasai no. 5148 & Ahmad 4/392. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Ini dalil umum mengenai larangan perhiasan emas bagi pria.
Sedangkan mengenai larangan secara khusus mengenai cincin emas sendiri terjadi ijma’ (kesepakatan) para ulama dlm hal ini akan haramnya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Al
Bukhari & selainnya,
نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ


“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang cincin emas (bagi laki-laki)”. (HR. Bukhari no. 5863 & Muslim no. 2089). Sudah dimaklumi bahwa asal larangan adalah haram.
Selain itu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah bertemu seorang lelaki yang memakai cincin emas di tangannya. Beliau mencabut cincin tersebut lalu melemparnya, kemudian bersabda,
عْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَجْعَلُهَا فِى يَدِهِ


 “Seseorang dari kalian telah sengaja mengambil bara api neraka dgn meletakkan (cincin emas semacam itu) di tangannya.” Lalu ada yang mengatakan lelaki tadi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi, “Ambillah & manfaatkanlah cincin tersebut.” Ia berkata, “Tidak, demi Allah. Saya tak akan mengambil cincin itu lagi selamanya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuangnya.” (HR. Muslim no. 2090, dari hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas).
Imam Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits ini berkata, “Seandainya si pemilik emas tadi mengambil emas itu lagi, tidaklah haram baginya. Ia boleh memanfaatkannya utk dijual & tindakan yang lain. Akan tetapi, ia bersikap waro’ (hati-hati) utk mengambilnya, padahal ia bisa saja menyedekahkan emas tadi kepada yang membutuhkan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang seluruh pemanfaatan emas. Yang beliau larang adalah emas tersebut dikenakan. Namun utk pemanfaatan lainnya, dibolehkan.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 56)
Imam Nawawi rahimahullah berkata dlm Syarh Shahih Muslim (14: 32), “Emas itu haram bagi laki-laki berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.” Dalam kitab yang sama (14: 65), Imam Nawawi juga berkata, “Para ulama kaum muslimin sepakat bahwa cincin emas halal bagi wanita. Sebaliknya mereka juga sepakat bahwa cincin emas haram bagi pria.”
Bagaimana cincin emas bagi wanita? Sudah dijelaskan dlm dalil di atas akan kebolehannya bagi wanita. Dalam Al Majmu’, Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dibolehkan bagi para wanita yang telah menikah & selainnya utk mengenakan cincin perak sebagaimana dibolehkan cincin emas bagi mereka. Hal ini termasuk perkara yang disepakati oleh para ulama & tak ada khilaf di dalamnya.” (Al Majmu’, 4: 464)
Apa hukum pria gunakan logam mulia lain selain emas? Perlu diketahui bahwa menggunakan perak tidaklah masalah bagi pria, bahkan hal ini disepakati (menjadi ijma’) para ulama (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 32: 164). Yang jadi rujukan mereka adalah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كَتَبَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – كِتَابًا – أَوْ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ – فَقِيلَ لَهُ إِنَّهُمْ لاَ يَقْرَءُونَ كِتَابًا إِلاَّ مَخْتُومًا . فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ نَقْشُهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ . كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ فِى يَدِهِ


“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis atau ingin menulis. Ada yang mengatakan padanya, mereka tak membaca kitab kecuali dicap. Kemudian beliau mengambil cincin dari perak yang terukir nama ‘Muhammad Rasulullah’. Seakan-akan saya melihat putihnya tangan beliau.” (HR. Bukhari no. 65 & Muslim no. 2092). Dalam Al Muntaqa Syarh Muwatha’ (2: 90), disebutkan bahwa perak bagi pria dibolehkan dlm tiga penggunaan, yaitu pedang, cincin & mushaf.
Sedangkan utk logam lainnya, tidaklah masalah bagi pria. Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan –guru kami- berkata, “Lelaki diharamkan memakai cincin emas. Sedangkan cincin perak, atau logam semacamnya, walaupun sama-sama logam mulia, hukumnya boleh memakainya karena yang diharamkan adalah emas. Dan tak boleh pula memakai cincin dari campuran emas, tak boleh memakai kacamata, pena, jam tangan yang ada campuran emas-nya. Intinya, lelaki tak diperbolehkan berhias dgn emas secara mutlak.” (Muntaqa Fatawa Al Fauzan, jilid 5 fatwa no. 450)
Pandangan Ulama Mengenai Hukum Tukar Cincin
Jika tukar cincin dgn emas, maka masalahnya adalah cincin emas haram bagi pria, tak bagi wanita. Jika ada yang bertukar cincin dgn logam selain emas (walau jarang ditemukan), apa tak masalah? Jawabannya, tetap bermasalah & dikritik oleh para ulama.
Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah dlm website Al Islam Sual wal Jawab berkata, “Cincin kawin bukanlah tradisi kaum muslimin. Jika diyakini cincin kawin tersebut punya sebab yang dapat mengikat ikatan cinta antara suami istri, & jika cincin tersebut dilepas dapat mengganggu hubungan keduanya, maka hal ini bisa dinyatakan SYIRIK & masuk dlm keyakinan jahiliyah. Ditambah lagi bahwa emas itu haram bagi pria, maka cincin kawin tidaklah diperbolehkan sama sekali. Kami dapat rinci alasannya:
Karena cincin kawin tak ada kebaikan sama sekali & hanya merupakan tradisi yang diimpor oleh kaum muslimin dari orang kafir.
Jika yang mengenakan cincin kawin tersebut menganggap bahwa cincin itu bisa berpengaruh dlm langgengnya pernikahan, maka hal ini bisa masuk dlm kesyirikan (karena menyandarkan sebab pada sesuatu yang bukan sebab sama sekali, pen). Laa hawla quwwat illa billah, tak ada daya & upaya utk berlindung dari kesyirikan kecuali dgn pertolongan Allah. Demikian faedah yang kami peroleh dari fatwa Syaikh Shalih Al Fauzan.” (Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 21441)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya mengenai hukum cincin pernikahan. Beliau rahimahullah menjawab, “Cincin nikah yang biasa digunakan adalah emas. Padahal emas sama sekali tak punya pengaruh bagi yang mengenakannya. Sebagian orang yang mengenai cincin pernikahan ini terkadang membuat ukiran di emas tersebut & diserahkan pada istrinya. Begitu pula si istri diukir namanya di cincin & akan diberi pada suaminya. Keyakinan mereka adalah bahwa tukar cincin semacam ini akan lebih merekat ikatan cinta di antara pasutri. Dalam kondisi seperti ini, cincin pernikahan bisa jadi haram karena cincin menjadi sandaran hati padahal tak disetujui secara syar’i maupun terbukti dari segi keilmiahan. Begitu pula tak boleh menggunakan cincin nikah yang dikenakan oleh pasangan yang baru dilamar. Karena jika belum ada akad nikah, si wanita belumlah menjadi istri & belumlah halal. Wanita tersebut bisa halal bagi si pria jika benar-benar telah terjadi akad.” (Al Fatawa Al Jami’ah lil Mar-ah Al Muslimah, 3: 914-915)
Sifat Seorang Muslim: Mendengar & Patuh, Sami’na wa Atha’na
Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah & rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, & kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An Nuur: 51). Inilah sifat orang muslim & beriman. Bukan hanya firman Allah yang ia ikuti, namun juga kata Rasulnya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Perhatikan & renungkan pula ayat-ayat berikut ini.
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

“Katakanlah: “Ta’atilah Allah & Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali Imron: 32). Ayat ini menunjukkan dgn jelas kita harus menaati Rasul.

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur: 63). Ayat ini menunjukkan bahwa siapa saja yang menyelisihi perintah Rasul akan mendapat ancaman. Hal ini menunjukkan bahwa perintah beliau pun harus tetap diikuti.
Renungkan pula sabda Nabimu shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَلاَ إِنِّى أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلاَ يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلاَلٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُ أَلاَ لاَ يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ الأَهْلِىِّ وَلاَ كُلُّ ذِى نَابٍ مِنَ السَّبُعِ وَلاَ لُقَطَةُ مُعَاهِدٍ إِلاَّ أَنْ يَسْتَغْنِىَ عَنْهَا صَاحِبُهَا وَمَنْ نَزَلَ بِقَوْمٍ فَعَلَيْهِمْ أَنْ يَقْرُوهُ فَإِنْ لَمْ يَقْرُوهُ فَلَهُ أَنْ يُعْقِبَهُمْ بِمِثْلِ قِرَاهُ

“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al -Qur’an & yang semisal bersamanya (As Sunnah). Lalu ada seorang laki-laki yang dlm keadaan kekenyangan duduk di atas kursinya berkata, “Hendaklah kalian berpegang teguh dgn Al-Qur’an! Apa yang kalian dapatkan dlm Al-Qur’an dari perkara halal maka halalkanlah. Dan apa yang kalian dapatkan dlm Al-Qur’an dari perkara haram maka haramkanlah. Ketahuilah! Tidak dihalalkan bagi kalian daging keledai jinak, daging binatang buas yang bertaring & barang temuan milik orang kafir mu’ahid (kafir dlm janji perlindungan penguasa Islam, & barang temuan milik muslim lebih utama) kecuali pemiliknya tak membutuhkannya. Dan barangsiapa singgah pada suatu kaum hendaklah mereka menyediakan tempat, jika tak memberikan tempat hendaklah memberikan perlakukan sesuai dgn sikap jamuan mereka.” (HR. Abu Daud no. 4604. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Perhatikan baik-baik kalimat yang kami garis bawahi dlm hadits di atas. Seakan-akan apa yang dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan benar-benar terjadi saat ini. Ternyata saat ini sebagian umat Islam hanya mau mengambil apa yang telah disebutkan dlm Al Qur’an saja. Sehingga karena anjing tak disebut dlm Al Qur’an kalau itu haram, maka mereka pun tak mengharamkannya. Begitu pula emas, jika tak ditemukan pelarangannya dlm Al Qur’an, ia pun tak mau mengharamkannya. Sungguh inilah bukti nubuwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Allah Ta’ala telah memerintahkan kita utk menataati Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam & diperintahkan utk mengikuti petunjuk beliau secara mutlak & dlm perintah tersebut tak dikaitkan dgn syarat apa pun. Oleh karena itu mengikuti beliau sama halnya dgn mengikuti Al Qur’an. Sehingga tak boleh dikatakan, kita mau mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam asalkan bersesuaian dgn Al Qur’an. Sungguh perkataan semacam ini adalah perkataan orang yang menyimpang.” (Jaami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih, 2: 190-191; dinukil dari Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 126). Jadi sungguh aneh jika ada yang masih ngotot membela perhiasan emas itu halal bagi pria dikarenakan dlm Al Qur’an tak disebutkan larangannya.
Penjelasan di atas berarti jika Rasul kita –shallallahu ‘alaihi wa sallam- melarang pria berhias dgn emas, kita pun harus mendengar & taat artinya kita menjauhi & meninggalkannya. Karena ingatlah,

وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا


“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk.” (QS. An Nuur: 54). Artinya, jika mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita akan mendapat petunjuk kepada shirathal mustaqim, yakni jalan yang lurus.
Demikian tulisan sederhana yang kami sajikan. Moga menambah hasanah ilmiah para pembaca. Begitu pula kami memohon pada Allah semoga ilmu ini menjadi ilmu yang bermafaat bagi kita semua & bisa diamalkan. Dan lebih baik disebar & dishare kepada kaum muslimin lainnya apalagi yang belum mengetahui akan hukum masalah ini.
Segala puji bagi Allah yang dgn nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Hanya Allah yang memberi petunjuk, kita selaku manusia tak bisa memberikan petunjuk hidayah kepada orang yang kita cintai sekalipun. Innaka laa tahdii man ahbabta. Tugas kita hanyalah memberi nasehat & wejangan, hidayah di tangan Allah.

@ Sabic Lab, KSU, Riyadh KSA, 8 Muharram 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

sumber: www.muslim.or.id tags: Alaihi Wa Sallam, Abu Musa

No comments:

Post a Comment

newer posts older posts back to home